Monday, February 2, 2009

GERONTOLOGI DITINJAU DARI ILMU KEDOKTERAN KOMUNITA


ILMU KEDOKTERAN KOMUNITAS DALAM GERONTOLOGI

I. PENDAHULUAN

Ilmu Kedokteran Komunitas (Community Medicine) adalah cabang ilmu kedokteran yang berurusan dengan kesehatan warga-warga suatu komunitas atau suatu wilayah. Didalamnya dibagi lagi menjadi beberapa bidang, seperti kedokteran keluarga, lansia, lingkungan, okupasi, industri, olahraga, kelautan, dan kedirgantaraan.

Epidemiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara berbagai faktor yang menentukan frekuensi dan distribusi penyakit pada komunitas manusia.

Demografi adalah ilmu yang mempelajari kependudukan, mencakup jumlah, presentase kenaikan, jenis kelamin, umur harapan hidup, lokasi, distribusi, dan perpindahan, angka kematian, pekerjaan dan penghasilan, status perkawinan, pendidikan, gaya hidup, dan lain-lain tentang penduduk.

Gerontologi adalah ilmu yang mempelajari masalah Lanjut Usia. Yang disebut Lanjut usia adalah kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas. Kelompok ini memerlukan perhatian khusus di abad 21 ini, mengingat jumlahnya yang meningkat cepat dan berpotensi menimbulkan permasalahan yang akan mempengaruhi kelompok penduduk lain, sehingga aspek demografi dari kelompok lanjut usia perlu diketahui dan dipahami untuk mengambil langkah antisipasi dalam mengatasi permasalahan lanjut usia.

Menurut laporan data demografi penduduk Internasional yang dikeluarkan oleh Bureau of the Census USA (1993), dilaporkan bahwa Indonesia pada tahun 1990-2025 akan mempunyai kenaikan jumlah Lansia sebesar 414%, suatu angka paling tinggi di dunia.

Pada tahun 2000, dua diantara tiga Lansia di seluruh dunia yang berjumlah 600 juta, akan hidup dan bertempat tinggal di negara- negara sedang berkembang. Sebelumnya angka ini adalah 50% di tahun 1960. Kenaikan jumlah ini terutama di Asia. Di Cina dan India, pertambahan mencapai 270 juta Lansia.

Pertambahan penduduk Lansia di Indonesia dan Brazil diproyeksikan naik masing-masing melebihi 20 juta orang, sedang kenaikan kira-kira setengah jumlah tersebut adalah di Meksiko, Nigeria, dan Pakistan. Tahun 1980, Indonesia adalah urutan ke-10, pada tahun 2020 akan menjadi urutan ke-5 atau 6, sebagai Negara yang banyak jumlah populasi Lansianya. (WHO,1989). Dimana dari 33 propinsi di Indonesia saat ini, Yogyakarta memiliki jumlah Lansia terbanyak (13,72%).

Di Eropa pada tahun 2000 diproyeksikan jumlah populasi lansia 60+ akan berjumlah 20%, bahkan akan terjadi kenaikan yang cepat pada populasi 80+.

II. ASPEK DEMOGRAFI

Transisi Demografi

Saat ini Indonesia ada dalam transisi demografi, persentase Lansia diproyeksikan menjadi 11,34% pada tahun 2020 yang akan datang.

Struktur masyarakat Indonesia berubah dari masyarakat atau populasi muda menjadi populasi tua pada tahun 2020. Piramida penduduk Indonesia berubah dari bentuk dengan basis lebar (fertilitas tinggi), menjadi piramida berbentuk kubah mesjid atau bawang (fertilitas dan mortalitas rendah) pada tahun 2020. Pergeseran ini menuntut perubahan dalam strategi pelayanan kesehatan, dengan kata lain lebih minta perhatian dan prioritas untuk penyakit-penyakit pada usia dewasa dan Lansia. Tapi dalam hal ini penyakit-penyakit pada balita dan anak-anak masih menjadi masalah yang belum diselesaikan. Ini menjadi beban ganda.

Perubahan struktur penduduk ini juga akan mempengaruhi ratio ketergantungan (Dependency Ratio), baik pada golongan anak yang tidak produktif (<15 tahun), dan golongan Lansia (>60 tahun), terhadap golongan usia 15-60 tahun yang produktif. Tahun 1971, Dependency Ratio total 86,84%. Angka ini makin menurun, sehingga tahun 2000, Dependency Ratio total 53,17%, seterusnya akan menurun sampai 41,38 pada tahun 2020, Dengan catatan Dependency Ratio Lansia akan makin naik dan Dependency Ratio anak muda makin menurun. Di Negara industri maju, Dependency Ratio ini sudah sangat rendah, yang berarti golongan produktif sudah sangat tinggi persentasenya.


Jumlah dan Persentase Lansia ( >60 tahun) di Indonesia

Tahun

Jumlah

Persentase dari juml penduduk

1980

7.99 jt

5.50%

1985

9.44 jt

5.80%

1990

11.28 jt

6.30%

1995

13.60 jt

6.90%

2000

14.65 jt

7.11%

2002

15.30 jt

7.25%

2004

15.96 jt

7.37%

Sumber : Sensus Penduduk Indonesia Tahun 1980, 1990, dan 2000

Ratio Ketergantungan di Indonesia

Tahun

Lansia (%)

Penduduk Muda (%)

Total (%)

1971

4.69

82.15

86.84

1980

5.82

73.27

79.09

1990

6.32

61.51

67.83

1995

6.93

54.08

61.02

2000

6.97

46.20

53.17

2005

7.74

42.13

49.87

2010

8.32

37.87

46.20

2015

8.74

34.11

42.84

2020

10.14

31.23

41.38

Sumber : Biro Pusat Statistik 1974, 1983, 1992. Ananta dan Anwar, 1994

Abad 21 kelak dikenal sebagai Kurun Penduduk Menua atau Era of Population Ageing, dan keadaan ini dapat diukur dengan berbagai indicator (Median Ageing, Ageing Index, Aged Dependency Ratio, dan Perbandingan Proporsi 75+ / 65+

Indicators of Ageing

(Dunia, Kawasan Maju, Kawasan Kurang Maju, dan di Indonesia)

tahun 1985, 2000, dan 2005

Negara/ Kawasan

Median Ageing

1985 2000 2025

Ageing Index

1985 2000 2025

(juml 65+ / 0-14)

Aged Dependency Ratio

1985 2000 2025

75 + / 65 + (%)

1985 2000 2025

Dunia

K. Maju

K.K.Maju

Indonesia

23.3 26.4 31.0

32.5 36.1 38.6

20.8 24.3 29.7

20.3 25.1 33.7

17 25 38

50 65 88

11 14 30

9 15 39

9.5 10.5 14.5

16.7 20.0 27.6

6.8 7.8 11.8

5.9 7.0 11.7

33.9 33.1 32.8

40.2 38.2 39.5

28.2 29.4 29.7

6.2 25.4 28.2

Sumber : World Population Prospects, Estimates and Projections as Assessed in 1982, United Nations Publication Sales

No.E.83.VIII.5.

Persentase Penduduk Lanjut Usia 60+ di Asia Tenggara dan Indonesia

pada Tahun 1970, 1995, 2025, 2050

Negara/ Kawasan

1970

1995

2025

2050

Wanita

Pria

Wanita

Pria

Wanita

Pria

Wanita

Pria

Asia Tenggara

5.7

4.9

7.2

6.0

13.3

10.9

21.7

18.3

Indonesia

5.5

4.9

7.2

6.3

13.8

11.6

23.1

20.0

Sumber : United Nations, World Demographic Estimates and Projections 1950-2050, New York, 1988.

Jenis Kelamin

Jumlah penduduk Lansia wanita pada umumnya lebih banyak dibanding pria. Berdasar data sensus penduduk dari BPS tahun 2000, menunjukkan adanya 14,4 juta jiwa Lansia, dimana 7,55 juta adalah perempuan. Sedang berdasar hasil survey SDKI tahun 2002, jumlah Lansia di Indonesia 7,4 % dari jumlah penduduk Indonesia, dimana Lansia perempuan 8% dari seluruh penduduk perempuan, sedangkan Lansia laki-laki 6% dari seluruh penduduk laki-laki


Ratio Jenis Kelamin (Sex Ratios),

Pria per Wanita dari Penduduk Lansia di Dunia, Kawasan Maju, Kawasan Kurang Maju, dan Indonesia,

1980-2025

Negara/ Kawasan

1980

2000

2025

Dunia

Kawasan Maju

Kawasan Kurang Maju

Indonesia

73

62

87

84

79

67

90

82

84

73

89

80

Sumber : World Population Prospects; Estimates and Projections as Assessed in 1982, United Nations Publication Sales,

No.E.83.XIII.5.

Sex Ratio in Indonesia

Male/ Female

at birth

1.05

under 15 years

1. 04

15-64 years

1

65 years and over

0. 78

total population

1

Source: World Fact Book 2004

Umur Harapan Hidup

Menurut Ananta, Aris Wongkaren, Cicih, dalam kurun waktu 1990-1995, umur harapan hidup pria 61,25 tahun, dan wanita 66,07 tahun.

Dalam kurun waktu 1995-2000, umur harapan hidup pria meningkat menjadi 63,33 tahun, dan wanita 69 tahun.

Usia harapan hidup penduduk Indonesia

Tahun

Usia Harapan Hidup

1980

52,2 tahun

1990

59,8 tahun

1995

63,6 tahun

2000

64,5 tahun

2010

67,4 tahun

2020

71,1 tahun

Faktor yang menyebabkan peningkatan umur harapan hidup dari tahun ke tahun adalah :

1. Metode persalinan / kebidanan yang lebih baik

2. Turunnya kematian karena penyakit infeksi dengan ditemukannya obat/ antibiotika baru

3. Kemajuan teknologi di bidang diagnostic dan terapi

4. Kemajuan pengetahuan dalam bidang gizi

5. Kemajuan pengetahuan dalam bidang imunisasi

6. Kemajuan iptek dalam bidang prevensi lainya

7. Kemajuan iptek dalam bidang rehabilitasi penyakit


Struktur Usia di Indonesia

Usia

Persentase

Pria

Wanita

0- 14 thn

29.4%

35,635,790

34,416,854

15- 64 thn

65.5%

78,097,767

78,147,909

> 65 thn

5.1%

5,308,986

6,845,646

Source: World Fact Book 2004

Proyeksi Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Umur

Tahun 2000 – 2005 (x 1000)

Umur

2000

2001

2002

2003

2004

2005

Pria

Wanita

Pria

Wanita

Pria

Wanita

Pria

Wanita

Pria

Wanita

Pria

Wanita

60-64

2481.5

2592.1

2525.8

2622.7

2570.2

2652.7

2614.7

2682.1

2659.0

2711.1

2703.6

2739.3

65-69

1810.6

2012.2

1869.7

2070.5

1930.1

2129.9

1992.1

2190.1

2055.6

2251.3

2120.5

2313.4

70-74

1267.6

1392.3

1297.6

1444.6

1327.9

1498.4

1358.5

1553.7

1389.3

1610.4

1420.2

1668.7

75+

1369.2

1728.2

1390.7

1753.6

1412.2

1778.8

1433.6

1803.7

1455.0

1828.4

1476.3

1852.8

Sumber : BPS, tahun 2000

Lokasi, Distribusi, dan Perpindahan

Kemajuan industri memiliki dampak terhadap urbanisasi, sehingga menambah kepadatan penduduk kota dengan segala macam problemanya, yang secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan geriatri (gerontologi ) pada umumnya.

Industrialisasi juga akan membawa pikiran-pikiran yang lebih materialistik dan dapat mendesak budaya tradisional yang baik.

Pada era industrialisasi, suami maupun istri dituntut harus bekerja, anak-anak harus bersekolah. Seorang nenek atau kakek harus sendirian di rumah. Jika masih cukup kuat, maka mereka justru dapat menjaga rumah, permasalahan timbul jika mereka sudah lemah atau sakit-sakitan.

Desa

Kota

Lansia

74 %

26 %

75+, dan jadi kepala keluarga

45.30 %

42.90 %

Lansia yang jadi kepala keluarga

55.70 %

Pergaulan Lansia di pedesaan lebih teratur, mereka lebih sering saling mengunjungi, sedangkan di daerah kota, hal ini lebih jarang terjadi. Tapi Lansia di perkotaan lebih banyak yang ikut dalam organisasi-organisasi masyarakat.

Sumber : Biro Pusat Statistik, tahun 1999


Proporsi Jumlah Penduduk Lansia

yang Tinggal di Perkotaan Terhadap Penduduk Keseluruhan

1971

1980

1990

2000

2015

17.29%

22.38%

30.93%

41.80%

52.00%

Year

URBAN

%

RURAL

%

TOTAL

%

1971

726.633

3,73

4.544.241

4,64

5.306.874

4,48

1980

1.452.934

4,42

6.545.609

5,75

7.998.543

5,45

1985

2.908.977

4,88

7.342.022

6,07

9.440.999

5.76

1990

2.916.271

5,26

8.361.286

6,75

11.277.557

6,29

1995

4.027.515

5,76

9.175.073

7,43

13.298.588

6,83

2000

5.264.483

6,17

9.271.073

7,92

14.439.067

7,18

2005

9.572.274

8.22

10.364.621

8,74

19.936.895

8,48

2010

12.380.321

9.58

11.612.232

9,97

23.992.553

9,77

2020

15.714.952

11.20

13.107.927

11,51

28.822.879

11,34

Trend of older population (60+) in Indonesia.

Sumber : Ministry of Social Affairs 2002

Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate)

Angka Kelahiran Kasar (Crude Birth Rate)

Per 1000 Penduduk

1998

2003

2004

2008

2013

2018

22.6

20.9

20.2

19.0

17.2

16.1

Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate)

Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate)

Per 1000 Penduduk

1998

2003

2004

2008

2013

2018

7.5

7.2

7.2

7.1

7.1

7.4

Pekerjaan dan Penghasilan

Menurut BPS (1990), tingkat partisipasi angkatan kerja pada penduduk Lansia 60-64 tahun besarnya 59,9% dan pada usia 65 tahun 40,5 %. Di perkotaan tingkat pengangguran penduduk Lansia 65 tahun ke atas hanya 2,2 %. Tingkat partisipasi angkatan kerja di pedesaan lebih tinggi dibandingkan di perkotaan, dan penduduk Lansia pria lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Tingginya tingkat partisipasi ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain proses penuaan, struktur penduduk, tingkat social ekonomi masyarakat yang membaik, umur harapan hidup penduduk Lansia bertambah panjang, jangkauan pelayanan kesehatanserta status kesehatan penduduk Lansia yang bertambah baik.

Alasan penduduk Lansia untuk bekerja antara lain disebabkan oleh jaminan sosial dan kesehatan masih kurang. Disamping itu, desakan ekonomi merupakan hal pendorong untuk mereka bekerja atau mencari pekerjaan. Hal ini dimungkinkan, karena pada umumnya keadaan kesehatan fisik, mental dan emosional mereka masih baik. Banyak diantara mereka bekerja untuk aktualisasi diri.

Sektor Pekerjaan yang Dipilih Penduduk lanjut Usia

Perkotaan

Pedesaan

Perdagangan

38.4%

Pertanian

78.9%

Pertanian

27.1%

Perdagangan

9.1%

Jasa

17.3%

Industri

6.3%

Industri

9.3%

Jasa

4.1%

Angkutan

3.3%

Bangunan

2.8%

Sumber : Departemen Sosial Republik Indonesia (1996)

Jumlah dan Persentase Angkatan Kerja Lanjut Usia menurut Upah/ Gaji sebulan

menurut Tempat Tinggal di Indonesia,

Sakernas, 1993

Upah/ Gaji

Total

Perkotaan

Pedesaan

Jumlah

Persentase

Jumlah

Persentase

Jumlah

Persentase

< 30 ribu

159851

27.15

40939

16.89

128912

33.61

30-99 ribu

937884

53.53

124867

51.59

210017

54.76

100-200 ribu

92663

14.81

57867

23.89

34796

9.08

>200 ribu

28293

4.52

18525

7.65

9769

2.55

Sumber : Biro Pusat Statistik, 1993

Di masa mendatang akan terjadi struktur angkatan kerja yang menua. Dengan tingkat pendidikan angkatan kerja muda yang lebih baik, mereka akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan. Tetapi di pasar kerja, mereka akan berhadapan dengan angkatan kerja yang lebih tua dan lebih berpengalaman. Hal ini akan menimbulkan konflik bila tidak diantisipasi dan diatasi dengan tepat.

Gaya Hidup

Gaya Hidup Lansia terpaksa berubah, karena harus menyesuaikan diri dengan mundurnya sacara alamiah fungsi alat indera dan anggota tubuh mereka, baik fisik, mental, ataupun emosional. Kemampuan mereka juga lambat laun menurun akibat adanya cacat tubuh dan penyakit degeneratif yang diderita, sehingga mereka mempunyai ketergantungan yang sangat besar pada keluarga dan orang lain. Gaya hidup yang berubah ini dapat terlihat pada keadaan sebagai berikut :

a. Perubahan karena penghasilan dan pendapatan yang menurun.

b. Terpaksa terus bekerja, karena beban ekonomi.

c. Perubahan gaya hidup karena kemampuan menurun akibat cacat tubuh dan penyakit.

d. Perubahan gaya hidup karena mereka kini memerlukan pertolongan dan nasihat dalam bidang kesehatan dan pelayanan sosial, seperti perawatan di rumah, catering makanan (meal on wheel), serta pelayanan terminal di saat lansia menghadapi ajalnya.

e. Ketergantungan pada keluarga, akibat cacat dan penyakit degeneratif yang diderita.

f. Ketergantungan pada Negara.

g. Mempunyai waktu untuk rekreasi, olahraga, kesenian, mengembangkan hobi yang

bermanfaat serta melakukan kegiatan seni dan budaya.

h. Mempunyai kesempatan untuk menempuh pelajaran lagi.

i. Lebih bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan menambah kegiatan ibadah dan keagamaan.

j. Bergabung dengan perkumpulan Lansia untuk meningkatkan aktualisasi diri dan

menambah sosialisasi dengan sesama Lansia.

k. Berkiprah dalam kegiatan sosial atau bergabung di Lembaga Swadaya Masyarakat.

l. Perubahan peran Lansia dalam keluarga dan bertindak bukan sebagai kepala keluarga lagi.

m. Terpaksa hidup sendiri dalam Panti Sosial Tresna Wredha atau Sasana Tresna Wredha.

Status Perkawinan

Mengingat umur harapan hidup pada penduduk Lansia wanita lebih tinggi daripada pria, jumlah penduduk Lansia wanita yang mempunyai status menikah lebih kecil daripada penduduk Lansia pria.

Jumlah penduduk Lansia wanita yang berstatus menikah hanya 2,5 %, dibandingkan dengan penduduk Lansia pria 84 %.

Karena tingkat pendidikan mereka rendah dan partisipasi angkatan kerja golongan ini tidak tinggi, mereka harus menanggung beban ekonomi lebih berat setelah suaminya meninggal. Banyak di antara mereka tidak dapat hidup secara mandiri lagi dan terpaksa menjadi tanggungan anak serta keluarga.

Pendidikan

Pada tahun 1990, golongan Lansia yang tak pernah mengenyam pendidikan formal mencapai 58%, 23% tidak tamat SD, 13,5% lulus SD, sisanya berpendidikan lebih tinggi dari SLTP, SLTA ke atas (BPS, 1990).

Rendahnya tingkat pendidikan ini mengakibatkan mereka sulit menerima penyuluhan yang diberikan oleh tenaga penyuluh. Di samping itu, hal ini akan menyulitkan mereka saat bekerja atau mencari pekerjaan.

Pekerjaan Lansia terbanyak, sebagai tenaga tidak terlatih, dan sangat sedikit bekerja sebagai tenaga professional. Dengan kemajuan pendidikan sebagai hasil dari pembangunan, keadaan tersebut jelas lebih baik. Dapat dikatakan bahwa pendidikan yang makin tinggi dapat menghasilkan keadaan sosio-ekonomi makin baik dan kemandirian yang makin mantap. (Boedhi- Darmojo, WHO-SEAR Community study of the Elderly, 1991)

Meskipun masih agak lama, kualitas Lansia Indonesia akan dapat ditingkatkan, apalagi dengan dicanangkannya wajib belajar 9 tahun.

Pendidikan Penduduk Lansia di Indonesia

Penduduk Lansia

Persentase

Pria

Wanita

Bersekolah

Tidak Lulus SD

Tamat SD

Di atas SD

60.0 %

23.3 %

14.1 %

<5.0 %

40.3 %

31.7 %

20.8 %

72.8 %

16.5 %

8.1 %

Indikator Demografis

Indikator Demografis yang biasa digunakan :

1. Besar dan Proporsi Penduduk Lansia (The Relative Weight of Elderly) :

Angka 10% merupakan tanda transisi struktur penduduk muda kearah tua.

2. Usia Median (Median Age) :

Membagi sama penduduk muda dan tua.

3. Penuaan Penduduk Tua (The Ageing of The Elderly Population) :

Proporsi penduduk Lansia > 75 tahun, dibanding Lansia > 60 tahun.

4. Komposisi Penduduk Lansia Pria- Wanita (The Sex Composition of Elderly Population) :

Ratio penduduk Lansia Pria- Wanita.

5. Indeks penuaan (The Ageing Index) :

Ratio penduduk Lansia terhadap 100 penduduk usia < 15 tahun.

6. Angka Ketergantungan Penduduk Lansia (The Aged Dependency Ratio) :

Jumlah penduduk Lansia terhadap 100 penduduk usia kerja yang berusia 15- 59 tahun.

III. KESEHATAN PADA LANSIA

Dengan kemajuan teknologi dan ditemukannya obat-obat baru, serta umur manusia yang rata-rata menjadi semakin panjang, terjadi pergeseran sebab-sebab kematian, dari penyakit-penyakit infeksi kearah penyakit degeneratif.

Penyakit atau keluhan yang umum diderita adalah penyakit reumatik, hipertensi, penyakit jantung, penyakit paru (bronchitis/ dyspnea), diabetes mellitus, jatuh, paralysis separuh badan, TBC paru, patah tulang dan kanker. Kebanyakan penyakit tersebut dikeluhkan oleh kaum wanita, kecuali bronchitis ( pengaruh rokok). Di pedesaan, masalah-masalah kesehatan ini kurang begitu berpengaruh nyata terhadap aktivitas keseharian, dibanding dengan mereka yang hidup di kota.

Kesehatan dan status fungsional Lansia ditentukan oleh resultante dari faktor-faktor fisik, psikologi, sosioekonomi orang tersebut. Faktor-faktor tersebut tidak selalu sama besar peranannya, sehingga harus selalu diperbaiki bersama secara total patient care. Apalagi di negara-negara sedang berkembang, faktor sosio ekonomi/ finansial hampir selalu merupakan kendala yang penting. Maka dari itu, pelayanan yang baik untuk Lansia tidak hanya merupakan tindakan perikemanusiaan dan balas budi saja, tapi juga penghematan finansial bila kehidupan, kesehatan, dan kebahagiaan Lansia tadi dipertahankan dan ditingkatkan.

Perbandingan 6 sebab kematian utama (1990 dan 1951)

Tahun 1900

Tahun 1951

Sebab Kematian

Juml. Per 100.000

Sebab Kematian

Juml. Per 100.000

1. Tuberkulosis

195

1. Penyakit jantung

240.7

2. Pneumonia (radang paru)

176

2. Penyakit keganasan (kanker dsb)

120.8

3. Diare dan enteritis

140

3. Kerusakan pembuluh darah otak

64.5

4. Penyakit jantung

137

4. Kecelakaan

38.4

5. Nefritis

89

5. Radang paru dan influenza

18.2

6. Kecelakaan dan rudapaksa

88

6. Tuberculosis

17.6

E.J. Stieglitz : “ Geriatrie Medicine “, 3 rd Ed.

J.B. Lippincot Co., Philadelphia, London, Montreal, 1954

Jumlah penduduk yang sakit serta angka kesakitan

menurut golongan umur tahun 1980

Golongan umur

Jumlah penduduk

Jumlah yang sakit

Morbiditas % per 100 penduduk

< 1 tahun

1-4

5-14

15-24

25-34

35-44

45-54

55- lebih

3.904

13.201

33.522

22.362

16.619

13.519

9.639

9.500

616

2.566

2.414

1.221

1.492

1.779

1.693

2.148

15.8

19.4

7.2

5.5

9.0

13.2

17.6

25.3

Sumber : Departemen Kesehatan (Survei Kesehatan Rumah Tangga)


Perbedaan sifat penyakit pada usia muda dan tua

Usia Muda

Usia Tua

- Etiologi

- Eksogen

- Jelas dan nyata

- Spesifik (tunggal)

- Recent (baru terjadi)

- Endogen

- Tersembunyi (occult)

- Kumulatif, multipel

- Telah lama terjadi

- Mulainya

- Jelas sekali

- Insidious, asymtomatik

- Perjalanan penyakit

- Akut

- Self limited

- Memberi kekebalan

- Kronik

- Progresif

- Tidak memberikan proteksi,

justru lebih rentan terhadap

penyakit lain

- Variasi individual

- Kecil

- Besar, aneka ragam bentuk

Stieglitz, 1954

♪ Lansia sering menderita penyakit yang sifatnya endogen, seperti penyakit degeneratif yang mengenai pembuluh darah, endokrin, sendi dan tulang. Yang timbulnya dapat dipercepat atau diperberat oleh faktor eksogen seperti makanan, kebiasaan hidup yang salah, infeksi, trauma, dsb.

♪ Penyakitnya dapat mulai secara menyelinap (insidious), sering asimptomatik, keluhan ringan dan tidak khas, tahu-tahu telah mengenai badan secara menyeluruh dan berat (progresif).

♪ Yang penting adalah penyakit yang menyelinap perlahan-lahan dan menjadi kronik tadi akan menyebabkan cacat selama bertahun-tahun sebelum meninggal, sehingga hidup Lansia tadi menjadi menderita, menambah beban keluarga dan juga pemerintah.

♪ Sering diagnosis penyakit pada Lansia menjadi lebih sukar ditegakkan karena keluhan dan tanda yang tidak begitu khas. Di sini pentingnya general check up secara teratur, yaitu untuk mengetahui suatu penyakit sedini mungkin, sehingga pengobatan dan pencegahan primer maupun sekunder dapat segera dilaksanakan, sekaligus pencegahan terhadap timbulnya penyakit dan kecacatan dapat dilaksanakan.

♪ 4 Golongan penyakit yang penting dalam Geriatric Medicine :

◘ Gangguan sirkulasi darah (hipertensi, arteriosclerosis serebral, koroner, renal, dsb.)

◘ Gangguan metabolik (DM, klimakterium, thyroid imbalance, dsb.)

◘ Penyakit sendi (osteoarthritis, arthritis gout)

◘ Neoplasma

Macam-Macam Penyakit Yang Sering Ditemukan Pada Lansia

Penyakit

Persentase

Penyakit Kardiovaskuler

15.7

Penyakit Muskuloskeletal

14.5

TBC paru

13.6

Bronchitis, Asma

12.1

ISPA

10.2

Penyakit Gigi, Mulut, dan Pencernaan

10.2

Penyakit Sistem Syaraf

5.9

Penyakit Kulit

5.2

Malaria

3.3

Lain- Lain

2.4

Sumber : Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT, 1986)


Macam Penyakit dan Kesehatan Lansia di Indonesia,

1023 orang dipilih secara random di desa dan kota

Penelitian WHO- SEARO

Disease/ Complaints

Percentage

Artritis/ Rheumatism

49.0

F > M

Hypertension + CVD

15.2

F > M, r < u

Bronchitis/ Dyspnea

7.4

F < M

Diabetes Mellitus

3.3

F = M, r < u

Fall

2.5

F > M

Stroke/ Paralysis

2.1

r < u

TBC

1.8

F = M

Bone fracture

1.0

F = M

Cancer

0.7

F = M

Health problem affecting ADL

29.3

r < u

Sumber : Boedhi Darmojo et al, 1991 F = Female, M = Male, r = rural, u = urban

Penyebab Kematian Lansia di Amerika

Annual Death Rates for the 10 Leading Causes of Death for ages 65 and Over, by Age:

1985 (death per 100.000 Population)

Causes of Death, in Rank Order

65 years and

over

65 – 74 years

75 – 84 years

85 years and over

All causes

5.153

2.839

6.445

15.480

Disease of heart

2.173

1.081

2.713

7.275

Malignant neoplasm

1.047

837

1.281

1.592

Cerebrovascular disease

464

171

606

1.838

COPD and allied conditions

212

148

292

360

Pneumonia and influenza

206

58

241

1.024

Diabetes Mellitus

96

60

128

215

Accident Motor Vehicle

22

22

28

26

All other

66

66

80

228

Atherosclerosis

80

80

82

466

Nephritis, Nephritic syndr, Nephrosis

61

61

78

214

Septicemia

47

47

62

160

Sumber : Advance report of the final mortality statics, 1985, in Monthly Vital Statistics Report, 36,(5) (Suppl), August 1987c.

Washington, National Center for Health Statistics

Penyakit Jantung

Penyakit jantung telah menjadi penyebab kematian utama di masyarakat dan pada Lansia setengah abad ini. Pada tahun 1985, penyakit jantung, CVD, dan atherosclerosis menduduki tempat pertama, ketiga, dan kedelapan dari penyebab kematian.

Angka kematian karena CVD menurun dengan cepat, tapi bukan berarti mencerminkan penurunan jumlah kematian karena CVD. Hal ini belum dapat diketahui dengan jelas, namun diduga kemajuan teknologi seperti perawatan pembuluh koroner dan operasi bypass koroner sedikit mempengaruhi. Penurunan faktor risiko seperti hipertensi, merokok, dan diet rendah lemak lebih mempercepat penurunan kasus CVD dibanding kemajuan teknologi.

Data SKRT 1992 menunjukkan bahwa PJPD telah menjadi penyebab utama (16%) dari total kematian penduduk Indonesia.

Laporan analisis penyebab kematian utama, SKRT,1992, penyebab kematian karena PJK pada kelompok umur 45-54 tahun di masyarakat sebesar 5,2% dari seluruh kematian (S.DJAJA ,dkk, 1999). Penelitian Monica 1994 (di masyarakat) pada kelompok umur 45-54 tahun menunjukkan prevalensi kolesterol (>250) pada laki-Iaki sebesar 14% dan wanita 16,2%; perilaku merokok pada laki-laki 56,9% dan wanita 6,2% sedangkan tekanan darah tinggi sebesar 16,5% pada laki-laki dan wanita 17 %. Dari data tersebut menunjukkan adanya urgency dan relevansi penerapan upaya pemasyarakatan pengetahuan, sikap, dan perilaku mengenai faktor-faktor risiko PJK pada penduduk pra lansia melalui penyuluhan.

Hasil penelitian menunjukkan proporsi terbesar dari responden adalah perempuan (60,3%), berumur 40-59 tahun(35,2%), pendidikan terakhir SMA (30,2%), kawin (27,3%), suku Jawa (44,1%) dengan pekerjaan utama adalah ibu rumah tangga (46,8%). Responden yang mempunyai riwayat keluarga (ayah, ibu, atau saudara sekandung) yang mempunyai penyakit jantung, hipertensi atau stroke adalah berkisar antara 1% -15,1%. Responden yang merokok ada 67,6%, kebiasaan olahraga minimal 12 x dalam setahun ada 59,1%, kebiasaan minum alkohol ada 0,3%. Responden yang mempunyai pengetahuan yang baik mengenai PJK adalah 50,7%, sikap yang baik adalah 51,4%. Hasil penelitian disarankan untuk dilakukan penyuluhan mengenai faktor risiko PJK untuk meningkatkan kesadaran akan penyakit pada pra lansia.

Kanker

Pada usia lebih dari 65 tahun, kanker adalah penyebab kematian kedua. Angka kematian karena kanker meningkat dengan bertambahnya umur, meskipun tidak sebanyak CVD. Hubungan antara umur dan kematian karena kanker berbeda-beda, tergantung jenis kanker. Contoh, puncak angka kematian karena kanker paru pada usia 70 – 79 tahun, dan kemudian menurun. Sedangkan kanker colon dan payudara meningkat pada usia 85 tahun ke atas.

Pada tahun 1985, kanker penyebab umum kematian pada Lansia pria adalah kanker paru, colon dan prostat. Sedangkan pada wanita adalah kanker paru, colon dan payudara.

Kondisi Kronik

Kebanyakan penyakit sudah umum pada Lansia, namun tidak spesifik bagi mereka. Namun, karena insiden dan prevalensi kondisi kronik meningkat dengan bertambahnya usia, lansia lebih menderita daripada orang muda. Jika mereka sakit, mereka mengalami lebih banyak ketidakmampuan dan keterbatasan aktivitas sehari-hari. Penelitian yang dilakukan oleh EPESE (Established Population for Epidemiologic Studies) menunjukkan beberapa kondisi kronik yang umum terjadi.

Percent Reporting Lifetime History of Selected Chronic Condition by Sex, Race, and Location among EPESE Participants, 1982

Condition

E. Boston

Iowa

New Heaven

Men

Women

Men

Women

Men

Women

MCI

15.1

10.0

22.1

9.4

16.0

9.7

Stroke

6.3

4.2

7.8

6.1

8.4

6.7

Diabetes

16.7

15.8

13.2

11.1

13.8

14.8

Hypertension

34.0

48.7

35.1

49.6

40.1

52.5

Hip fracture

3.6

3.9

2.4

5.5

3.1

4.6

Cancer

10.9

17.6

14.7

15.6

10.2

16.3

Impaired vision*

10.8

14.6

5.5

7.3

8.4

10.7

Impaired hearing**

11.0

8.7

13.6

11.4

11.7

11.1

* Cannot read ordinary newspaper print

** Cannot hear a normal voice in a quiet room

Source : Cornoni – Huntley J. Brock DB, Ostfeld AM, Taylor JO, Wallace RS (eds) : Established Population for Epidemiologic Study in the Elderly (DHHS) (N III) 86 – 2443. Washington, Government Printing Office, 1986.

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Menentukan insiden dan prevalensi penyakit kronik dan ketidakmampuan pada Lansia.

2. Mengetahui faktor resiko penyakit kronik, ketidakmampuan, kematian, dan penyebab

perawatan di rumah sakit / institusi.

Kefungsian

Adalah indikator penting untuk kesehatan dan kesejahteraan Lansia, bahkan mungkin lebih penting daripada adanya penyakit spesifik. Ketidaksesuaian fungsi fisik dan kognitif diperkirakan menjadi penyebab kematian dan perawatan Lansia. Keterbatasan fungsi dapat memberi pengaruh negative bagi kesehatan dan kesejahteraan Lansia dan keluarganya.

Fungsi Fisik

Fungsi fisik dapat dinilai dengan berbagai cara, antara lain dengan menilai ADL. Dari 7 point penilaian ADL (berjalan, berpakaian, makan, mandi, buang air, berdandan, dan berpindah), yang paling banyak mengalami keterbatasan adalah berjalan (10%) dan mandi (9%). Secara umum, prevalensi keterbatasan adalah ketidakmampuan mobilitas meningkat dengan bertambahnya umur dan lebih banyak pada wanita daripada pria.

Fungsi Kognitif

Untuk mendiagnosa bahwa seseorang demensia agak sulit, sehingga prevalensi dan insiden demensia belum dapat diketahui dengan pasti. Kuisioner tentang status mental otak seperti SPMSQ atau MMSE sering digunakan sebagai alat screening demensia. Ketika menilai hasil kuisioner tersebut, harus diketahui bahwa :

٭ angka yang kecil mengindikasikan kemungkinan adanya demensia, namun hasil test

tersebut tidak dapat menilai adanya kelainan

٭ pendidikan mempengaruhi hasil test, dengan pendidikan yang rendah, seseorang akan lebih

banyak membuat kesalahan.

Sampai saat ini, belum diketahui apakah pendidikan merupakan faktor risiko dari ketidaksesuaian fungsi kognitif atau hanya sebagai faktor bias. Sebagai alternative, untuk mendiagnosis demensia sebaiknya dibuat pemeriksaan status mental yang bervariasi sesuai dengan tingkat pendidikan.

Kehidupan Sosial

Kehidupan sosial punya hubungan penting dengan kesehatan dan kesejahteraan Lansia. Dengan berhubungan dengan orang lain, Lansia akan lebih merasa dihargai, sehingga mereka akan jauh dari rasa kesepian dan kesendirian. Maka, keterlibatan Lansia dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat akan sangat berguna bagi kesejahteraan mereka.

IV. UPAYA PELAYANAN KESEHATAN

Upaya Mengatasi Permasalahan Kesehatan pada Lansia

- Upaya pembinaan kesehatan

- Upaya pelayanan kesehatan :

# Upaya promotif

# Upaya preventif

# Diagnosa dini dan pengobatan

# Pencegahan kecacatan

# Upaya rehabilitatif

- Upaya perawatan

- Upaya pelembagaan Lansia

Prinsip pelayanan kesehatan pada Lansia

a. Prinsip holistik

Seorang penderita lanjut usia harus dipandang sebagai manusia seutuhnya (lingkungan psikologik dan sosial ekonomi). Hal ini ditunjukkan dengan asesmen geriatri sebagai aspek diagnostik, yang meliputi seluruh organ dan sistem, juga aspek kejiwaan dan lingkungan sosial ekonomi.

♥ Sifat holistik mengandung artian baik secara vertikal ataupun horizontal. Secara vertikal dalam arti pemberian pelayanan di masyarakat sampai ke pelayanan rujukan tertinggi, yaitu rumah sakit yang mempunyai pelayanan subspesialis geriatri. Holistik secara horizontal berarti bahwa pelayanan kesehatan harus merupakan bagian dari pelayanan kesejahteraan lansia secara menyeluruh. Oleh karena itu, pelayanan kesehatan harus bekerja secara lintas sektoral dengan dinas/ lembaga terkait di bidang kesejahteraan, misalnya agama, pendidikan, dan kebudayaan, serta dinas sosial.

♥ Pelayanan holistik juga berarti bahwa pelayanan harus mencakup aspek pencegahan (preventif), promotif, penyembuhan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif). Begitu pentingnya aspek pemulihan, sehingga WHO menganjurkan agar diagnosis penyakit pada Lansia harus meliputi 4 tingkatan penyakit :

Disease (penyakit), yaitu diagnosis penyakit pada penderita, misalnya penyakit jantung iskemik.

Impairment (kerusakan/ gangguan), yaitu adanya gangguan atau kerusakan dari organ akibat penyakit, missal pada MCI akut ataupun kronis.

Disability (ketidakmampuan), yaitu akibat obyektif pada kemampuan fungsional dari organ atau dari individu tersebut. Pada kasus di atas misalnya terjadi decompensasi jantung.

Handicap (hambatan), yaitu akibat sosial dari penyakit. Pada kasus tersebut di atas adalah ketidakmampuan penderita untuk melakukan aktivitas sosial, baik di rumah maupun di lingkungan sosialnya.

b. Prinsip tatakerja dan tatalaksana secara TIM

Tim geriatrik merupakan bentuk kerjasama multidisipliner yang bekerja secara inter-disipliner dalam mencapai tujuan pelayanan geriatrik yang dilaksanakan.

Yang dimaksud dengan multidisiplin si sini adalah berbagai disiplin ilmu kesehatan yang secara bersama-sama melakukan penanganan pada penderita lanjut usia. Komponen utama tim geriatrik terdiri dari dokter, pekerja sosio medik, dan perawat. Tergantung dari kompleksitas dan jenis layanan yang diberikan. Anggota tim dapat ditambah dengan tenaga rehabilitasi medik (dokter, fisioterapist, terapi okupasi, terapi bicara, dll.), psikolog, dan atau psikiater, farmasis, ahli gizi,dan tenaga lain yang bekerja dalam layanan tersebut.

Istilah interdisiplin diartikan sebagai suatu tatakerja dimana masing-masing anggotanya saling tergantung (interdependent) satu sama lain. Jika tim multidisiplin yang bekerja secara multidisiplin, dimana tujuan seolah-olah dibagi secara kaku berdasarkan disiplin masing-masing anggota. Pada tim interdisiplin, tujuan merupakan tujuan bersama. Masing-masing anggota mengerjakan tugas sesuai disiplinnya sendiri-sendiri, tetapi tidak secara kaku. Disiplin lain dapat memberi saran demi tercapainya tujuan bersama. Secara periodik dilakukan pertemuan anggota tim untuk mengadakan evaluasi kerja yang telah dicapai, dan kalau perlu mengadakan perubahan demi tujuan bersama yang hendak dicapai.

Pada tim multidisiplin, kerjasama terutama bersifat pada pembuatan dan penyerasian konsep. Sedangkan pada tim interdisiplin, kerjasama meliputi pembuatan dan penyerasian konsep serta penyerasian tindakan.

Tim geriatri disamping mengadakan asesmen atas masalah yang ada, juga mengadakan asesmen atas sumber daya manusia dan sosial ekonomi yang bisa digunakan untuk membantu pelaksanaan masalah penderita tersebut.

V. PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN USIA LANJUT

Pembinaan Kesehatan

Tujuannya adalah meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yagn bahagia dan berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan keberadaannya dalam masyarakat.

Informasi yang diperlukan usia 40-45 tahun (masa virilitas)

1. Mengetahui sedini mungkin adanya akibat proses penuaan (keluhan mudah jatuh, mudah lelah, nyeri dada, berdebar-debar, sesak nafas waktu beraktivitas.

2. Mengetahui pentingnya pemeriksaan kesehatan secara berkala.

3. Melakukan latihan kesegaran jasmani.

4. Melakukan diet dengan menu seimbang.

5. Meningkatkan kegiatan sosial di masyarakat.

6. Meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Informasi yang diperlukan usia 55-64 tahun (masa presenium)

1. Pemeriksaan kesehatan secara berkala.

2. Perawatan gizi/ diet seimbang

3. Kegiatan olahraga/ kesegaran jasmani.

4. Perlunya berbagai alat bantu untuki tetap berdaya guna.

5. Pengembangan dan peningkatan hubungan sosial di masyarakat.

6. Peningkatan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Informasi yang diperlukan > 65 tahun dan kelompok resiko tinggi

1. Pembinaan diri sendiri dalam hal pemenuhan kebutuhan pribadi, aktivitas di dalam rumah maupun di luar rumah.

2. pemakaian alat bantu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan yang ada pada mereka.

3. Pemeriksaan kesehatan secara berkala.

4. Perawatan fisioterapi di RS terdekat.

5. Latihan kesegaran jasmani.

6. Meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pelayanan kesehatan

a. Upaya peningkatan / Promosi Kesehatan

Pada dasarnya merupakan upaya pencegahan primer ( primary prevention).

Anjuran dari Prof. Dr. Slamet Suyono (RSCM, 1997) adalah : BAHAGIA

Berat badan berlebihan agar dihindari dan dikurangi

Aturlah makanan hingga seimbang

Hindari faktor risiko penyakit degeneratif

Agar terus berguna dengan mempunyai hobi yang bermanfaat

Gerak badan teratur agar terus dilakukan

Iman dan takwa tingkatkan, hindari dan tangkal situasi yang menegangkan

Awasi kesehatan dengan memeriksakan badan secara periodik

DepKes RI 1998, Buku Pedoman pemeliharaan Kesehatan Usia Lanjut, memuat anjuran untuk hidup sehat :

· Perkuat ketakwaan pada Tuhan Yang Maha Esa untuk mengendalikan stress

· Periksakan kesehatan secara berkala

· Makan dan minum

- kurangi gula, lemak, dan garam

- perbanyak buah, sayur, susu tanpa lemak dan ikan

- hindari alkohol

- berhenti merokok

- perbanyak minum air putih 6-8 gelas per hari atau sesuai anjuran petugas kesehatan

· Kegiatan fisik dan psikososial

- pertahankan berat badan normal

- lakukan kegiatan fisik sesuai kemampuan

- lakukan latihan kesegaran jasmani sesuai kemampuan seperti jalan kaki, senam, berenang, dan bersepeda

- tingkatkan silaturahmi

- sempatkan rekreasi dan salurkan hobi secara teratur dan bergairah

- gunakan obat-obatan atas saran petugas kesehatan

- pertahankan hubungan harmonis dalam keluarga

- tetap melakukan kegiatan seksual dengan pasangan hidup

b. Upaya pencegahan / Prevention

♣ Bagaimanapun hebatnya penemuan dalam bidang teknologi dan obat-obatan untuk merawat dan menyembuhkan Lansia yang sakit, tetapi peranan prevensi (pencegahan) semakin besar, karena bila dilaksanakan secara cermat dan terus menerus akan memberikan hasil yang lebih baik dengan biaya yang lebih murah.

♣ Yang dimaksudkan dengan prevensi bukanlah menghindarkan ketuaan atau proses menjadi tua, melainkan menghindarkan sejauh mungkin penyakit-penyakit yang dapat timbul dan mengusahakan agar fungsi tubuh selama mungkin dapat dipertahankan.

1. Upaya pencegahan primer (Primary prevention)

Ditujukan kepada Lansia yang sehat, mempunyai risiko akan tetapi belum menderita

penyakit. Dapat digolongkan pada upaya peningkatan

2. Upaya pencegahan sekunder (Secondary prevention)

Ditujukan kepada penderita tnpa gejala, yang mengidap faktor risiko. Upaya ini dilakukan

sejak awal penyakit hingga awal timbulnya gejala atau keluhan.

Menurut DepKes RI 1998, keluhan yang perlu diwaspadai :

- cepat lelah - nyeri pinggang

- nyeri dada - nyeri sendi

- sesak napas - gangguan gerak

- berdebar-debar - kaki bengkak

- sulit tidur - kesemutan

- batuk - sering haus

- gangguan penglihatan - gangguan BAB/ BAK

- gangguan pendengaran - benjolan tidak normal / daging

- gangguan mulut tumbuh

- nafsu makan meningkat atau menurun - keluarnya darah atau cairan melalui vagina secara terus-menerus

3. Upaya pencegahan tersier (Tertiary prevention)

Ditujukan kepada penderita penyakit dan penderita cacat, yang telah

memperlihatkan gejala penyakit.

* Tahap I : Ketika Lansia dirawat di RS

* Tahap II : Ketika Lansia pada masa rehabilitasi atau rawat jalan

* Tahap III : Ketika Lansia pada saat pemeliharaan jangka panjang

♣ Tindakan pencegahan praktis yang dapat dilaksanakan :

a. Hindari berat badan berlebihan (obesitas ataupun overweight)

b. Kurangi makan dan pilihlah makanan yang sesuai

c. Olahraga yang ringan dan teratur harus dilakukan

d. Menghindari faktor resiko PJK

- faktor resiko yang tidak dapat dihindari : umur, jenis kelamin, keturunan

- faktor resiko yang sukar dihindari : kepribadian

- faktor resiko yang dapat dihindari/ dibatasi : merokok, kelebihan BB,

hiperkolesterolemia, hipertensi, DM

e. Menghindari timbulnya kecelakaan pada Lansia

f. Tindakan yang mengisi kehidupan Lansia

g. Persiapan menghadapi pensiun

h. Pemeriksaan kesehatan secara periodik

b. Diagnosa dini dan pengobatan / Early diagnosis and prompt treatment

Dilaksanakan oleh Lansia, keluarga, petugas professional, dan petugas panti.

Pengobatan dijalankan terhadap gangguan sistem, mengurangi gejala yang terjadi dan mengatasi manifestasi klinik.

Kegiatan dilaksanakan di tingkat keluarga, fasilitas pelayanan tingkat dasar, dan fasilitas pelayanan rujukan tingkat I dan tingkat II.

1. Diagnosa dini oleh Lansia dan keluarga

- Di Amerika Serikat, bimbingan diberikan oleh National Health Information Clearinghouse (1994), untuk memungkinkan para Lansia memberi skor terhadap gaya hidup sehat (healthstyle self-test) dengan menghitung skor merokok, pemakaian alkohol, dan obat, kebiasaan makan, olahraga, dan kebugaran, pengendalian stres, juga pengamanan diri terhadap kecelakaan dan cedera.

- Medical screening schedule (prosedur penapisan) dianjurkan U.S. Preventive Services Task Force (1994), meliputi:

a. Penapisan :

ü Anamnesa diarahkan terhadap tanda gejala nyeri dada, kebiasaan diet, kebiasaan olahraga, pemakaian alcohol dan kebiasaan merokok, serta ada atau tidaknya gangguan fungsi di rumah

ü Pemeriksaan fisik : berat dan tinggi badan, tekanan darah, visus, fungsi pendengaran, alat Bantu dengar, pemeriksaan payudara, pemeriksaan laboratorium, glukosa dan kolesterol, fungsi kelenjar tiroid, EKG, pap smear, sigmoidoskopi, kolonoskopi

b. Konseling :

Olahraga dan latihan tertentu, diet, lemak, kolesterol, karbohidrat, kalori, penyalahgunaan narkotika, alcohol, zat adiktif, pencegahan kecelakaan, kesehatan gigi, glaucoma, pengobatan estrogen.

c. Imunisasi :

Hepatitis B, Vaksin influenza

- Di Indonesia

Ø Buku Kesehatan Pribadi dianjurkan untuk dimiliki oleh masyarakat, termasuk Lansia

Ø Buku Pedoman Pemeliharaan Kesehatan Usia Lanjut (1998), agar diisi oleh para Lansia, keluarga, atau pemberi pelayanan kesehatan setiap diberikan pelayanan kesehatan, sehingga dapat terjalin komunikasi dan tukar menukar informasi penting diantara Lansia dengan petugas pelayanan kesehatan setiap saat.

Ø Kartu Menuju Sehat Usia Lanjut (1993, 1997), yang disimpan oleh Lansia sendiri

2. Diagnosa dini oleh petugas profesional atau tim

a. Pemeriksaan status fisik :

§ Pemeriksaan fisik diagnostik lengkap

b. Pemeriksaan laboratorium lengkap

§ Gula darah dan puasa 2 jam setelah makan

§ HDL dan LDL kolesterol, Trigliserid

§ Kadar hormon

§ Kanker prostat, pari

§ Tumor marker (jika perlu)

c. Skrining kesehatan

d. Pemeriksaan status kejiwaan

§ Status mental (memori, konsentrasi, orientasi, komunikasi, verbalisasi)

§ Status psikologis (kesan umum, mood/ afek, dan perilaku)

e. Pemeriksaan status sosial ekonomi

§ Kontak sosial

§ Penyesuaian diri (terhadap keadaan saat ini, terhadap masa depan)

§ Evaluasi orang yang merawat Lansia (usia, status kesehatan, ketrampilan, derajat stress, kepandaian, tanggung jawab sebagai keluarga)

f. Pemeriksaan status fungsi tubuh

§ Mandiri (independent)

§ Kurang mandiri (partially independent)

§ Tidak mandiri/ tergantung (dependent)

3. Pengobatan

a. Pengobatan terhadap gangguan sistem dan gejala yang timbul (sistem muskuloskeletal, kardiovaskular, pernapasan, pencernaan, urogenital, hormonal, saraf, kulit, kuku, dan rambut)

b. Pengobatan terhadap manifestasi klinik (nyeri kepala, nyeri dada, nyeri pinggang, nyeri tungkai, nyeri kaki, demam, hipotermi, tidak ada nafsu makan, kelemahan umum, sesak napas, edema, obstipasi, gangguan kemih, gangguan neuropsikiatri, hipertensi, klimakterium, prostat)

c. Pengobatan terhadap Geriatric Giant (RSCM, 1997), (pikiran kacau, jatuh, imobilisasi, dekubitus, incontinentia urinae, incontinentia alvi, gangguan mata, gangguan telinga, osteoarthrosis.

Dasar Klinis Preventive Health Care Untuk Lansia, Rekomendasi Pemeriksaan Kesehatan Berkala

_______________________________________________________________________________________

Prevensi Primer dan Sekunder Frekuensi

Edukasi Tiap 4 tahun

Prevensi terhadap kecelakaan

Penggunaan seat belts

Pengecekan sendiri : kulit, mulut, payudara, testis

Melaporkan perdarahan postmenopause

Promosi Kebiasaan Sehat

Olah raga

Gizi

Obesitas Tiap 4 tahun atau kalaudiperlukan

Kebersihan mulut

Tidur

Penggunaan obat

Prevensi terhadap Penyakit

Skrining kolesterol Tiap 4 tahun

Imunisasi

Influenza Tiap tahun

Pneumococcus Sekali

Tetanus Booster Tiap 10 tahun

Pemeriksaan gigi

Penyakit periodontal

Caries gigi Tiap tahun

Skrining untuk Penyakit dini

Penurunan pendengaran Deteksi pada kelompok resiko

tinggi

Hipertensi Pengukuran tekanan darah tiap 1/

2

tahun

Hipothyroid Pemeriksaan klinis tiap 2 tahun

Ca mamae Pemeriksaan payudara tiap thn

Mammogram tiap thn sampai usia

80 thn

Ca serviks Pap smear tiap 5 thn, tiap 2 thn sp

usia

70, tiap 3 tahun

Ca colorectal Pemeriksaan rectal tiap tahun atau

setahun 2 kali

Sigmoidoscopy tiap 4 tahun

Ca mulut Pemeriksaan mulut tiap tahun

setelah usia 75 tahun

Ca kulit Inspeksi dan konseling, frekuensi

tergantung diagnosa klinis

Malnutrisi 2 kali setahun, 65-74 thn, tiap

tahun

untuk usia 75+

Kelompok resiko tinggi Seperti indikasi diagnosa klinis

TBC

Ca kandung kemih

Prevensi Tersier

Ketidakmampuan progresif sesuai usia Penilaian fungsi fisik, sosial, dan

mental

Dengan kunjungan rumah tiap 2

thn (65-74 thn), tiap tahun (75+)

_________________________________________________________________________________

c. Pembatasan kecacatan / Disability limitation

- Kecacatan : kesukaran dalam memfungsikan otot dan alat gerak atau sistem saraf

- Kecacatan :

v bersifat sementara dan dapat diperbaiki

v menetap yang tidak dapat dipulihkan tapi masih mungkin dapat diganti dengan alat bantu

v progresif yang tidak dapat pulih dan tidak dapat diganti dengan alat bantu

- Kegiatan yang dilakukan dalam pembatasan kecacatan :

a. Pemeriksaan (Assessment)

b. Identifikasi masalah ( Problem identification)

c. Perencanaan ( Planning)

d. Pelaksanaan ( Implementation)

e. Penilaian (Evaluation)

d. Upaya pemulihan / Rehabilitasi

- Rehabilitasi dilaksanakan oleh tim rehabilitasi (petugas medik, paramedik, non medik)

- Prinsip :

a. Pertahankan lingkungan yang aman

b. Pertahankan kenyamanan (istirahat, aktivitas, mobilitas)

c. Pertahankan kecukupan gizi

d. Pertahankan fungsi pernapasan

e. Pertahankan fungsi aliran darah

f. Pertahankan fungsi aliran kemih

g. Meningkatkan fungsi psikososial

h. Pertahankan komunikasi

i. Mendorong pelaksanaan tugas

VI. TINGKAT PELAYANAN KESEHATAN

Untuk mengupayakan prinsip holistik yang berkesinambungan, secara garis besar pelayanan kesehatan pada Lansia dapat dibagi sebagai berikut (Hadi-Martono, 1993, 1996)

1. Pelayanan Kesehatan Lansia di Masyarakat (Community Based Geriatric Service)

Semua upaya kesehatan yang berhubungan dan dilaksanakan oleh masyarakat harus diupayakan berperan serta dalam menangani kesehatan para Lansia. Puskesmas dan dokter praktek swasta merupakan tulang punggung layanan di tingkat ini. Puskesmas berperan dalam membentuk kelompok/ klub Lansia. Di dalam dan melalui klub Lansia ini, pelayanan kesehatan dapat lebih mudah dilaksanakan, baik usaha promotif, preventif, kuratif, atau rehabilitatif. Dokter praktek swasta terutama menangani para Lansia yang memerlukan tindakan kuratif insidental.

Semua pelayanan kesehatan harus diintegrasikan dengan layanan kesejahteraan yang lain dari dinas sosial, agama, pendidikan, kebudayaan, dll. Peran serta LSM untuk membentuk layanan sukarela misalnya dalam pendirian badan yang memberikan layanan bantu perawatan (home nursing), kebersihan rumah, atau pemberian makanan bagi para lansia (meals on wheels) juga perlu didorong.

Pada dasarnya, layanan kesehatan Lansia di tingkat masyarakat seharusnya mendayagunakan dan mengikutsertakan masyarakat (termasuk para Lansianya) semaksimal mungkin. Yang perlu dikerjakan adalah meningkatkan kepedulian dan pengetahuan masyarakat, dengan berbagai cara, antara lain ceramah, simposium, lokakarya, dan penyuluhan-penyuluhan.

2. Pelayanan Kesehatan Lansia di Masyarakat Berbasis Rumah Sakit (Hospital Based

Community Geriatric Service)

Pada layanan tingkat ini, rumah sakit setempat yang telah melakukan layanan geriatri bertugas membina Lansia yang berada di wilayahnya, baik secara langsung atau tidak langsung melalui pembinaan pada Puskesmas yang berada di wilayah kerjanya.

Transfer of Knowledge” berupa lokakarya, symposium, ceramah-ceramah, baik kepada tenaga kesehatan ataupun kepada awam perlu dilaksanakan. Di lain pihak, rumah sakit harus selalu bersedia bertindak sebagai rujukan dari layanan kesehatan yang ada di masyarakat.

3. Layanan Kesehatan Lansia Berbasis Rumah Sakit (Hospital Based Geriatric Service)

Pada layanan ini rumah sakit, tergantung dari jenis layanan yang ada, menyediakan berbagai layanan bagi para Lansia, sampai pada layanan yang lebih maju, misalnya bangsal akut, klinik siang terpadu (day hospital), bangsal kronis, dan atau panti rawat wredha (nursing homes). Di samping itu, rumah sakit jiwa juga menyediakan layanan kesehatan jiwa bagi Lansia sengan pola yang sama. Pada tingkat ini, sebaiknya dilaksanakan suatu layanan terkait (con-joint care) antara unit geriatri rumah sakit umum dengan unit psikogeriatri suatu rumah sakit jiwa, terutama untuk menangani penderita penyakit fisik dengan komponen gangguan psikis berat dan sebaliknya.

Tingkatan sarana pelayanan kesehatan:

a. Pelayanan tingkat masyarakat

Pelayanan yang ditujukan kepada Lansia, keluarga yang mempunyai Lansia, kelompok Lansia atau kelompok masyarakat seperti :

1. Karang Wredha

2. Pos Yandu Lansia

3. Day Care

4. Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa

5. PUSAKA

6. Dana Sehat atau Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)

b. Pelayanan tingkat dasar

Pelayanan diselenggarakan oleh berbagai instansi dan swasta serta organisasi

masyarakat, organisasi profesi dan yayasan seperti :

1. Praktek Dokter

2. Praktek Dokter Gigi

3. Balai Pengobatan dan Klinik

4. Puskesmas

5. Balai Kesehatan Masyarakat

6. Panti Tresna Wredha

7. Pusat Pelayanan dan Perawatan Lanjut Usia

c. Pelayanan rujukan tingkat I dan tingkat II

Pelayanan yang diberikan dapat bersifat sederhana, sedang, lengkap, dan paripurna :

1. Rumah sakit yang memiliki Poliklinik Geriatri/ Gerontologi, Unit Rehabilitasi, Ruang Rawat, Laboratorium, Day Hospital, Unit Gawat Darurat, Instalasi Gawat Darurat, Bangsal Akut.

2. Rumah Sakit Jiwa

3. Rumah Sakit Khusus lainnya

4. Sasana Tresna Wredha

5. Hospitium

1. Poliklinik geriatri : layanan geriatri di mana diberikan jasa asesmen, tindakan kuratif sederhana, dan konsultasi, bagi penderita rawat jalan. Sifatnya adalah subspesialistik, sehingga hanya penderita yang telah melewati poliklinik spesialis lain dan memenuhi syarat sebagai penderita geriatri bisa dikonsulkan ke poliklinik ini.

2. Bangsal geriatri akut : bangsal di mana penderita geriatri dengan penyakit akut atau subakut (stroke, pneumonia, keto-asidosis diabetika, penyakit jantung kongestif akut, dll.).

Pada penderita tersebut dilakukan tindakan asesmen, kuratif, dan rehabilitasi jalur cepat oleh tim geriatri.

3. Day-hospital : layanan geriatri yang dapat melaksanakan semua tindakan yang dilakukan oleh bangsalakut atau kronis, tetapi tanpa penderita harus rawat inap, dan layanan hanya dilakukan pada jam kerja. Jasa yang diberikan antara lain : asesmen, kuratif, ambulatoir, rehabilitasi, dan rekreasi. Oleh karenanya tenaga yang diperlukan selain geriatris/ internis, perawat dan sosiomedik, juga tenaga rehabilitasi, psikolog, rekreasionis, dll.

4. Bangsal geriatri kronis : bangsal ini diperlukan untuk merawat penderita dengan penyakit kronis yang memerlukan tindakan kuratif inap dalam jangka waktu lama. “Turn over rate”-nya rendah, sehingga pembiayaannya menjadi sangat mahal.

5. Panti rawat wredha : Di negara maju, layanan ini disebut “nursing home”, yaitu suatu institusi yang memberikan layanan bagi penderita Lansia dengan masalah medis kronis yang sudah tidak memerlukan tindakan perawatan di RS, akan tetapi masih terlalu berat untuk bisa dirawat di rumah sendiri. Oleh karena tidak memerlukan tindakan spesialistik oleh dokter, maka biayanya bisa ditekan. Turn over rate juga rendah, tetapi untuk kepentingan pendidikan, adanya bangsal ini di suatu RS pemerintah dapat menggantikan keberadaan suatu bangsal kronis.

6. Rehabilitasi geriatri : merupakan suatu keharusan untuk dikerjakan pada semua penderita geriatrik. Rehabilitasi jalur cepat (fast stream rehabilitation) dikerjakan selama penderita masih dirawat di bangsal geriatri, oleh karena itu pelaksanaannya sebaiknya diintegrasikan dengan pelayanan geriatri. Rehabilitasi jalur lambat (slow stream rehabilitation) dilaksanankan secara kronis, yang bisa dilaksanakan oleh unit rehabilitasi medik atau bisa juga diintegrasikan ke dalam pelayanan geriatri.

7. Konsultasi geriatri : yaitu surat layanan konsultatif dari bagian lain terhadap seorang penderita Lansia. Dari tindakan konsultatif ini, pada penderita yang bersangkutan dapat diberikan pengobatan bahkan pindah perawatan ke bagian geriatri.

8. Pendidikan dan riset : merupakan bagian implisit dari pelayanan geriatri. Riset dilaksanakan baik untuk publikasi atau yang lebih penting adalah untuk memperbaiki pelayanan itu sendiri.

VII. PELAYANAN SOSIAL BAGI USIA LANJUT

Pelayanan sosial pada Lansia merupakan bagian dari layanan holistik horizontal pada populasi Lansia. Berbagai layanan yang bisa diberikan kepada :

- Institusi yang memberikan akomodasi, antara lain panti wredha (terutama bagi para Lansia dengan keterbatasan sosial-ekonomi), akomodasi terlindung (sheltered accomodation) bagi mereka dengan ketergantungan fisik sebagian (semi/ partial dependency)

- Bantuan pengerjaan aspek domestik (home help services), misalnya membersihkan rumah, cuci-setrika, dll.

- Bantuan penyediaan makan sehari-hari (meals on wheels)

- Penjagaan penderita di malam hari (night attendants)

- Penyediaan pramu wredha

- Dll.

Pelayanan sosial ini sebaiknya merupakan kegiatan dari badan-badan sukarela/ partisipasi masyarakat, yang dikoordinasikan oleh dinas sosial dan atau dinas kesehatan setempat.


VIII. KESIMPULAN

Karena jumlah Lansia dari hari ke hari makin meningkat dengan cepat, dan hal ini dapat menimbulkan permasalahan yang akan mempengaruhi kelompok penduduk lain, maka aspek demografi dari kelompok Lansia ini penting diketahui dan dipahami, sehingga dapat diambil langkah antisipasi untuk mengatasi permasalahan yang dapat timbul tadi.

Dengan kemajuan teknologi dan umur manusia yang makin panjang, maka terjadi pergeseran sebab-sebab kematian, dari penyakit infeksi kearah penyakit degeneratif. Hal ini tentu memerlukan pendekatan yang berbeda di bidang kesehatan.

Peranan prevensi/ pencegahan semakin besar, karena jika dilakukan secara cermat dan terus menerus akan memberikan hasil yang lebih baik dengan biaya yang lebih murah. Maksud dari prevensi sendiri adalah menghindarkan sejauh mungkin penyakit-penyakit yang dapat timbul dan mengusahakan agar fungsi tubuh selama mungkin dapat dipertahankan

Karena alasan-alasan di atas, prinsip pelayanan kesehatan pada Lansia adalah holistik dan bekerja di dalam tim. Sedangkan pelaksanaannya sendiri melibatkan masyarakat juga Rumah Sakit dan berada dalam tingkatan-tingkatan. Pelayanannya sendiri dikelompokkan menjadi 5, promosi, prevensi, diagnosis dini dan pengobatan, pembatasan kecacatan, dan rehabilitasi. Sebagai pelengkap adalah pelayanan sosial.


DAFTAR PUSTAKA

Darmojo, Boedhi: Bunga Rampai Karangan Ilmiah : UPF Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro / RS Dr. Kariadi Semarang, 1996.

Darmojo, Boedhi; Martono, Hadi : Buku Ajar Geriatri : Balai Penerbit FKUI Jakarta, 1999.

Hardywinoto; Setiabudhi, Tony : Panduan Gerontologi Tinjauan dari Berbagai Aspek : Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005

Hazzard, William R : Principle of Geriatric Medicine and Gerontology, 2nd edition : Mc Graw Hill Inc. USA. 1990.

www.google.com, google search

www.yahoo.com, yahoo search

www.gerbanglansia.com

http://digilib.litbang.depkes.go.id/

www.menegpp.go.id